Upaya dokumentasi langkah-langkah dalam hidup

Sabtu, 28 Mei 2016

Sajak-Sajak


TONGKAT

ia menemukan tongkat musa
di bantaran krueng tiro
pada suatu sore yang berkabut

dengan tongkat itu, ia pukuli tulang-tulang
belakang yang bungkuk

jadi tegap, sejajar

ia tarik garis batas
ia belah tanah kering kerontang jadi
sungai yang mengaliri sawah petani

orde baru merampas tongkat itu darinya,
lalu menyembunyikan benda tersebut

bertahun-tahun kemudian,
seorang pemuda bertubuh pendek
dan berkulit putih,
berhasil mencurinya

tongkat itu dijadikannya peta
yang bisa bicara

suara  peta itu
terdengar hingga ke tempat-tempat
yang paling sunyi di padang afrika

belum lama bala berlalu,
tongkat keramat itu
jadi tiang-tiang tanpa bendera
di depan pendopo bupati
di pesisir timur-utara,
juga jadi tiang kolom istana
  


MUSANG

ia sehalus kabut, keras umpama zirah Daud

aku datang membawa sekrup dan cangkul
berkata aku padanya, “di sini kasih,
aku akan menggali tanah,
selebar tubuhku. Ini akhir.”

seekor musang mengintip 
dari celah daun pohon sirsak.

ia lihat bagaimana aku menggali karang.


TERMINAL

kuceritakan padamu bagaimana ia tidur, Ibu:

seorang harlan yang memiliki
suara seperti itik serati berkata
padaku ia tengah rebah
di bangku beton terminal

ia telentang dengan menempelkan
lengan kanannya di jidat

ia setenang air sungai di mana
perempuan-perempuan
di kampung kita
mencari tiram

yang pergi malam itu, Ibu,
hanyalah bus, ojek, L-300, dan becak,
sedang ia tak beranjak.

Pernah dimuat di Serambi indonesia edisi Minggu, 22 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar