TONGKAT
ia menemukan
tongkat musa
di bantaran
krueng tiro
pada suatu
sore yang berkabut
dengan
tongkat itu, ia pukuli tulang-tulang
belakang
yang bungkuk
jadi tegap,
sejajar
ia tarik
garis batas
ia belah
tanah kering kerontang jadi
sungai yang mengaliri
sawah petani
orde baru
merampas tongkat itu darinya,
lalu
menyembunyikan benda tersebut
bertahun-tahun
kemudian,
seorang
pemuda bertubuh pendek
dan berkulit
putih,
berhasil
mencurinya
tongkat itu
dijadikannya peta
yang bisa
bicara
suara peta itu
terdengar
hingga ke tempat-tempat
yang paling
sunyi di padang afrika
belum lama
bala berlalu,
tongkat
keramat itu
jadi
tiang-tiang tanpa bendera
di depan
pendopo bupati
di pesisir
timur-utara,
juga jadi
tiang kolom istana
MUSANG
ia sehalus
kabut, keras umpama zirah Daud
aku datang
membawa sekrup dan cangkul
berkata aku
padanya, “di sini kasih,
aku akan
menggali tanah,
selebar
tubuhku. Ini akhir.”
seekor
musang mengintip
dari celah
daun pohon sirsak.
ia lihat
bagaimana aku menggali karang.
TERMINAL
kuceritakan padamu
bagaimana ia tidur, Ibu:
seorang
harlan yang memiliki
suara
seperti itik serati berkata
padaku ia
tengah rebah
di bangku
beton terminal
ia telentang
dengan menempelkan
lengan
kanannya di jidat
ia setenang
air sungai di mana
perempuan-perempuan
di kampung
kita
mencari
tiram
yang pergi
malam itu, Ibu,
hanyalah
bus, ojek, L-300, dan becak,
sedang ia
tak beranjak.
Pernah dimuat di Serambi indonesia edisi Minggu, 22 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar