Oleh Firdaus Yusuf
Berbekal
“Insinyur masuk Desa”-nya, Farida mengumpulkan bukti serta mencatat
pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia di Desa Cot Keng. Temuannya
mengegerkan khalayak ramai. Satu per satu kasus pelanggaran HAM lainnya yang
sebelumnya tertutupi “tumpah” seperti hujan.
PEREMPUAN
itu mengenakan daster hitam dan jilbab hitam. Dia adalah Farida Hariyani, 48
tahun, seorang aktivis perempuan dan hak asasi manusia yang saya temui pada
Minggu, 7 Juni 2014 lalu. Kami bicara panjang lebar di ruang tamu rumahnya di
Kompleks Perumnas Rawa, Kecamatan Pidie, Pidie.
“Saya
melihat kekerasan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh negara. Manusia kan
punya hak hidup. Tiap pulang kampung, selalu ada bunyi senjata menyalak.
Orang-orang pagi-pagi berbisik-bisik: semalam ada dipukul orang? Ada di tembak
orang?” kata dia, mengenang kejadian-kejadian di kampung halamannya pada
awal-awal 1990-an, “saya tergugah. Rasa-rasanya ayam mati saja tidak
begitu. Tiap hari ada saja kejadian. Jangankan mau bantu, bicara saja harus
bisik-bisik, ada orang lewat saja mereka (masyarakat) ketakutan.
Kadang-kadang saya dimarah Ayah karena saya suka tanya-tanya di desa mana
ditembak orang?”
Farida lahir
di Ulee Glee, Kecamatan Bandar Dua, Pidie Jaya pada 15 Januari 1966.
Sebelum
pemekaran pada tahun 2007, Pidie Jaya merupakan bagian dari Kabupaten Pidie.
Kelas satu
hingga kelas lima SD, dia lalui di SD di Meureudu. Dan kelas enam dia lanjutkan
di Ulee Glee. SMP juga dia tamatkan di SMP Ulee Glee. Dia kemudian melanjutkan
sekolahnya di SMA Mugayatsyah Banda Aceh. Dia lulus SMA pada tahun 1985.
Pada tahun
yang sama, Farida meneruskan studinya di Universitas Iskandar Muda Banda Aceh.
Sejak saat itu dia tercatat sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian jurusan Budidaya
Pertanahan di universitas tersebut. Lalu, menjelang kelulusannya, pada awal
1990, Farida sering pulang ke kampung halamannya di Pulo Ulee Glee karena harus
mengerjakan praktik lapangan. Dia juga sedang menyusun skripsi saat itu. Dan
ketika itulah dia melihat segala bentuk kesewenang-wenangan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) terhadap masyarakat.