Oleh Firdaus Yusuf
Di TerasSore, dua kurator muda bercerita
seputar dunia kuratorial. Tulisan ini mencoba merangkumnya meskipun tidak
dengan sebuah detail informasi yang utuh. Selain itu, tulisan ini juga mencoba mengetengahkan
perjalanan karir melukis Idrus bin Harun.
DUDUK di antara dinding-dinding
yang dipenuhi mural yang mengangkat tema tentang berbagai isu sosial kekinian
di Aceh, di bawah langit kota Banda Aceh, Rabu, (24/6/2015) sore, Amroe &
Pane Band, sebuah band indie di Aceh, menyanyikan lagu dengan suara yang agak
pelan. Diiringi petikan gitar dan dentaman cajon (drum akustik), Zulfan,
bersama dua rekannya—Muhammad Iqbal dan Erol—membuka acara diskusi TerasSore
yang digelar Komunitas Kanot Bu di BilikRoepa PaskaDOM, Bivak Emperoom.
Beberapa menit kemudian, lirih terdengar: “seulanga
tinggai tangke”, dari mulut Zulfan, yang sekaligus menandakan berakhirnya
lagu itu.
Daun-daun akasia yang menjadi atap ruangan itu
luruh dari dahan.
Sekejap kemudian, Muhadzier M Salda, yang sore
itu mengenakan kaus hitam dan jins biru, bangkit dari tempat duduknya dan
berdiri di tengah-tengah ruangan yang pada Desember 2004 silam dihantam
tsunami. Pembawa acara TerasSore itu membenarkan letak kopiah beludru di
kepalanya, kemudian menyampaikan sepatah dua patah salam pembuka.
“TerasSore hari ini merupakan kali kedua setelah
sebelumnya kita mengadakan diskusi bertajuk musik dan kepekaan sosial,” katanya
di depan puluhan peserta diskusi yang hadir. “Hari ini kita kedatangan dua
kurator muda Jakarta Biennale 2015.”
Dua kurator Jakarta Biennale 2015—dari enam
kurator lainnya—yang dimaksud Muhadzier: Putra Hidayatullah dan Asep Topan.
Keduanya menjadi pembicara diskusi, yang pada sore itu mengangkat tema: “Rupa
Membongkar Kepura-puraan”.
Jakarta Biennale merupakan ajang perhelatan seni
rupa kontemporer dua tahunan. Selain mengadakan pameran seni rupa berskala
internasional pada 15 November 2015 hingga 17 Januari 2015 nanti, Jakarta
Biennale juga mengadakan sejumlah program lainnya, yaitu seminar, lokakarya,
edukasi publik, dan panggung pertunjukan. Kali ini pertama kalinya
diselenggarakan oleh Yayasan Jakarta Biennale, setelah sebelumnya selalu
diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) sejak 1974. Dalam Jakarta Biennale
2015 ini juga dilibatkan para kurator muda dari berbagai daerah di Indonesia,
seperti Aceh, Makassar, Bandung, Jakarta, dan Surabaya.